NYAWA MELAYANG DI TUNJUNGAN PLAZA 5: MAL MEWAH, PENGAWASAN PAYAH, PENGUNJUNG MATI TANPA PERINGATAN


JurnalHukumInvestigasi.my.id | Surabaya, 27 Juni 2025

Seorang pengunjung tewas secara tragis usai terjun dari lantai atas Tunjungan Plaza 5 (TP 5) pada Jumat siang (27/6). Insiden maut ini tak hanya mengguncang pengunjung, tetapi juga kembali menelanjangi betapa longgarnya pengawasan di mal yang selama ini dibungkus dengan label “mewah” dan “aman”. Di balik kemilau lampu dan pendingin udara, ternyata kematian bisa datang tanpa siapa pun sempat mencegah.

Kejadian dilaporkan melalui layanan darurat 112 dan dicatat dengan nomor D2506271109969297. Meski tim BPBD, PMI, Dinas Sosial, dan aparat kepolisian tiba hanya dalam tujuh menit, semua sudah terlambat. Korban ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Tubuhnya menghantam lantai dasar dengan keras—tanda jelas bahwa tak ada satu pun pengamanan fisik atau personel yang berhasil menghentikan aksi fatal itu.

Pertanyaannya sangat sederhana: di mana pengelola? Apa fungsi satpam, kamera CCTV, dan sistem deteksi yang selama ini dijual dalam citra keamanan mal kelas atas? Ini bukan kelalaian biasa, ini adalah kegagalan sistemik. Seorang manusia melompat, jatuh, dan mati, di tempat yang seharusnya jadi ruang publik paling aman di kota.

Kanit Reskrim Polsek Tegalsari, AKP Pandu Bimantara, membenarkan bahwa pihaknya tengah menyelidiki motif di balik peristiwa ini. Dugaan kuat mengarah pada tindakan bunuh diri. “Indikasinya mengarah pada bunuh diri,” ujarnya saat dikonfirmasi JurnalHukumInvestigasi.my.id.

Namun Pandu juga menegaskan bahwa proses penyelidikan masih berlangsung. Polisi masih mendalami penyebab aksi nekat korban, memeriksa sejumlah saksi, serta menelusuri rekaman CCTV. “Soal penyebab atau motifnya masih dalam proses penyelidikan,” katanya.

Tapi bahkan jika ini benar-benar bunuh diri, pertanyaan besarnya tetap: bagaimana bisa orang dengan mudah mengakses titik rawan tanpa pengawasan? Di mal sebesar dan semahal TP, mustahil publik bisa menerima bahwa siapa pun bisa melompat lalu tewas tanpa satu pun tindakan preventif.

Tunjungan Plaza sudah terlalu sering jadi lokasi insiden mematikan, namun pihak pengelola tampaknya lebih sibuk menjaga reputasi bisnis daripada keselamatan pengunjung. Mereka cepat pasang baliho diskon, tapi lambat pasang pembatas keselamatan. Mereka cepat mengiklankan event besar, tapi tak pernah cepat memberi kejelasan saat nyawa melayang.

Label “premium” jadi tidak relevan ketika sistem keamanannya begitu rapuh. Ini bukan soal citra, ini soal nyawa. Dan ketika nyawa bisa hilang dengan cara semudah ini, pengelola harus siap dicerca, diperiksa, dan bila perlu, dipidanakan.

JurnalHukumInvestigasi.my.id menegaskan bahwa kejadian ini tak bisa dibiarkan menjadi berita satu hari. Harus ada penyelidikan menyeluruh atas standar keamanan Tunjungan Plaza. Semua titik kritis harus diaudit. Jika terbukti ada pembiaran atau kelalaian, maka pengelola wajib dimintai pertanggungjawaban hukum tanpa negosiasi.

Kami tidak akan berhenti di sini. Kami akan mengawal kasus ini sampai akhir. Karena di ruang publik mana pun di republik ini, satu nyawa yang hilang adalah kegagalan kita semua—terutama mereka yang mengklaim diri sebagai “penjaga keamanan”.

Penulis Direktur Utama
Lebih baru Lebih lama